Pada hari kamis tgl 30 September
1982, laporan mulai diterima oleh kantor pusat Johnson & Johnson bahwa
adanya korban meninggal dunia di Chicago setelah meminum kapsul obat Extra
Strength Tylenol. Kasus kematian ini
menjadi awal penyebab rangkaian crisis management yang telah dilakukan oleh
Johnson & Johnson.
Johnson & Johnson
Johnson & Johnson adalah
perusahaan manufacture yang bergerak dalam pembuatan dan pemsaran obat-obatan
dan alat kesehatan lainnya di banyak negara di dunia. Table berikut menunjukkan
berbagai macam katagori produk yang dijual dan persentase tingkat penjualan
Johnson & Johnson.
Produk – Tylenol
Tylenol adalah obat rasa nyeri yang
di produksi oleh McNeil Consumer Product Company yang kemudian menjadi bagian
anak perusahaan Johnson & Johnson. Tingkat penjualan Tylenol sangat
mengagumkan dengan pangsa pasar 35% di pasar obat analgetika peredam nyeri,
atau setara dengan 7% dari total penjualan grup Johnson & Johnson dan
kira-kira 15 hingga 20% dari laba perusahaan itu.
Krisis
Penyelidikan terhadap kasus
kematian itu menyatakan bahwa terkandung sianida didalam kemasan Tylenol.
Sianida adalah bahan kimia yang digunakan untuk melakukan test bahan baku di
pabrik. Jika dikonsumsi oleh masusia maka akan menyebabakan kematian mendadak.
Awalnya temuan ini dibantah oleh perusahaan akibat salah komunikasi namun
kesookan harinya diumumkan langsung kepada mass media. Dugaan semntara adalah
ada sekolompok orang yang membeli Tylenol dalam jumlah besar kemudian membubuhi
sianida kedalamnya lalu menjual kembali Tylenol ke pasar. Menjelang sore hari,
perusahaan meyakini bahwa pembubuhan sianida bukan terjadi di pabrik Fort
Washington, Pennsylvania, namun perusaahn tidak mau menannggung resiko dan
memutuskan untuk menarik kembali peredaran semua 93.000 botol dari batch itu
yang dibubuhi racun. Semua kegiatan promosi Tylenol pun dibatalkan.
Keesokan harinya, pimpinan
perusahaan menerima laporan lagi mengenai terdapatnya korban keenam yang
meminum kapsul Tylenol yang diproduksi di Round Rock, texas. Hal ini tambah
meyakinkan pimpinan perusahaan bahwa pembunuhan racun terjadi di Chicago dan
bukan dii pabrik Johnson & Johnson, sebab sangat mustahil untuk melakukan
pembubuhan racun pada dua pabrik pembuat Tylenol sekaligus.
Reaksi Johnson & Johnson
Ketua Dewan Direksi & CEO
Johnson & Johnson, James E Burke, memutuskan untuk mengambil alih masalah
krisis Tylenol itu. Pada hari senin, 4 Oktober Burke berangkat ke Washington
untuk menemui FBI & FDA (Badan POMnya Amerika). Ia menyatakan keinginannya
untuk menarik pulang semua kapsul Tylenol Extra Strength. Namun kedua lembaga
tadi menyarankan untuk tidak melakukan penarikan total karena akan memberi
kesan kemenanagan kepada si pelaku betapa ia telah mampu menaklukkan sebuah
korporasi raksasa dengan perbuatannya itu. FDA juga kuatir, bahwa penarikan
total bakal menyebarkan rasa cemas berkelibahan di masyarakat terhadap unsur
keselamatan obat-obatan di Amerika. Namun, ketika keseokan harinya terdapat
lagi peristiwa meninggalnya korban Tylenol, dan kali ini racunnya adalah
Strychnine, FDA menyetujui rencana Burke untuk menarik semua kapsul Tylenol.
Dalam pelaksanaannya, penarikan
tersebut meliputi 32 juta botol kapsul Tylenol dari seluuruh tempat di Amerika.
Pelaksanaan penarikan itu juga dilakukan melalui iklan untuk menukar kapsul
dengan tablet baru Tylenol. Ribuan surat penawaran dikirimkan kepada para
penjual obat dengan pernyataan pernyataan yang sama dikirimkan lewat mass
media, karena tylenol merupakan obat bebas yang bisa dibeli tanpa resep dokter.
Program Penarikan serta penukaran kapsul dengan tablet pun diprogramkan melalui
televisi.
Kasus Johnson & Johnson ini
berbeda dengan kasus lainnya, oleh karena pelanggaran dilakukan setelah prooduk
keluar dari pabrik. Johnson & Johnson pun tidak terkait dengan pelanggaran
itu, maupun dengan pelakunya. Namun, Tylenol merupakan produk Johnson &
Johnson sehingga perusahaan terjepit diantara kewajiban (baik hukum, moral atau
kedua-duanya) dengan obat yang menyandang namanya telah mengambil korban jiwa
manusia dan di pihak lain kerugian keuangan jika Johnson & Johnson
mengambil tindakan penyelamatan jiwa manusia dengan menarik puluhan juta botol
kapsul Tylenol dari peredaran.
Dari segi biaya, dampak yang
dialami oleh Johnson & Johnson sangat besar dalam jangka pendek. Sebelum
insiden Tylenol terjadi, harga saham Johnson & Johnson adalah $46.12 yang
langsung turun dengan 7% sebelum menjadi stabil pada tingkat $45-an. Johnson
& Johnson pun terpaksa menghapus $50
juta dari laba triwulan ketiganya, yang pada waktu itu merupakan jumlah yang
besar. Dari segi keuangan, jumlah tersebut merupaan 26% pengurangan laba
perusahaan. Pada triwulan keempat, laba Johnson & Johnson kemabali turun
dengan $25 juta lagi.
Perubahan kemasan dengan kemasan
baru menyerap biaya tambahan sebesar $ 2,4 sen per botol karena lebih canggih
dan tidak bisa dibuka paksa (tamper proof). Biaya Kampanye penarikan stok lama
termasuk biaya diskon untuk para dealer pun cukup besar, sekitar $40 juta.
Keseluruhan biaya extra ini akhirnya menjadi $ 140 juta. Tambahan pula, Johnson
& Johnson mengahadapi tiga tuntutan hukum, sehubungan dengan kasus
kematian di Chicago, walaupun akhirnya
berhasil memenangkan gugatan karena memang tidak ada kaitan kematian para
korban bisa dibuktikan terjadi akibat kelalaian Johnson & Johnson.
Namun keberhasilan strategi
Johnson & Johnson terbukti ketika masyarakat Amerika termasuk media massa
yang biasanya amat kritis, memuji langkah-langkah yang dimabil Johnson &
Johnson itu. Bahkan konsumen mendukung kembalinya Tylenol dengan kemasan baru.
Ada awal 1986, Tylenol kembali tampil menjadi pemimpin pasar obat peredam nyeri
dengan 35% pangsa pasar obat peredam nyeri senilai $1,5 milyar. Tylenol menjadi
merek yang paling besar sumbangannya terhadap laba perusahaan, dengan
pendapatan tahunan sebesar $ 525 juta dengan Tylenol menyumbang sepertiga dari
jumlah itu. Johnson & Johnson telah berhasil mengemabalikan citra
perusahaan maupun penjualan Tylenol sehabis dilanda krisis besar akibat
keberpihakaan kepada praktek bisins yang penuh tanggung jawab terhadap
keselamatan konsumennya.
Sukses Johnson & Johnson
mengatasi krisis Tylenol membuktikan kesetiaannya kepada budaya perusahaan
(seperti disebutkan di bawah) yang diungkapkan melalui credo yang ditulis
langsung oleh Robert Wood Johnson, salah seorang pendiri perusahaan pada tahun
1940an dan telah direvisi pada tahun 1970an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar