Selasa, 07 Mei 2013

Analisis “Save KPK” pada Kasus KPK VS POLRI




Salah satu pertimbangan dibentuknya lembaga Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana tercantum dalam UU No. 30 Tahun2002, bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh institusi seperti Kejaksaan Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia, dalam praktiknya sering menghadapi kendala dan dipandang tidak mandiri danindependen. Padahal, upaya pemberantasan korupsi harusmendapat dukungan dari berbagai kalangan.

Respon terhadap korupsi ada yang dilakukan dengan cara yang bersifat mengadili dan menjatuhkan pidana terhadap koruptor-koruptor denganpidana yang setimpal agar dapat menjadi peringatan bagikoruptor untuk tidakberbuat lagi. Demikian juga apabilaada tindakan tegas maka hal ini akan menjadi contoh pula bagi masyarakat untuktidak berbuat yang serupa. Pada saat negarakita dilanda gelombang korupsi yaitu sekitar tahun 1968an, Adnan Buyung Nasution pernah mengatakan bahwa : “TNI/AD hendaknya mempelopori pemberantasan korupsi sebagaimana dulu pernah dilakukan di tahun 1950an di jaman demokras parlementer.”
Jadi apa yang dikemukakan oleh Adnan Buyung Nasution tersebut merupakan salah satu alternatif di dalam kepeloporan mengikis perbuatan korupsi. Terutama apabila para pelaku korupsi terdiri dari orang-orang atau para pejabat tinggi, yang dalam hal ini sering disebut melakukan “White Collar Crime” dan militer.
Tetapi tidak jarang manakala kasus kejahatan sudah menyentuh para petinggi negara, penangannya akan berbelit-belit salingmelindungi. Seperti misalnya kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang menyebabkan kerugian Negara mencapai hampir Rp. 100.000.000.000,00 ini telah menghebohkan masyarakat.
Kasus ini pertama kali mencuat saat Bambang Sukotjo, direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, membeberkan adanya dugaan suap proyek pengadaan simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri. Bambang mengatakan bahwa ada suap dari perusahaan pemenang tender pengadaan simulator 2011, kepada pejabat Korlantas Polri berinisial DS sebesar Rp 2. 000.000.000,00.
Ketegangan antara KPK dan Polri dimulai saat KPK melakukan penggeledahan di gedung Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri terkait kasus Simulator SIM. Sebenarnya baik KPK maupun Polri sudah sama-sama tahu bahwa masing-masing lembaga penegak hukum tersebut sedang menangani kasus yang sama di Korlantas Polri.
Kekisruhan terjadi antara KPK dan Polri terkait siapa yang berwenang melakukan penyelidikan pada kasus korupsi simulator SIM. Masing-masing pihak mengklaim lebih dulumengeluarkan surat perintah penyelidikan (Sprinlid). Polri mengklaim penyelidikan kasus dugaan korupsi simulator SIM sesuai dengan Sprinlid /55/V/2012/Tipidkor Tanggal 21 Mei 2012, di mana Polri telah melakukan interogasi dan pengambilan keterangan dari 33 saksi yang dinilai tahu tentang pengadaan simulator SIM roda 2 dan roda 4. Apabila dilihat dari Sprinlid itu, maka otomatis Polri melakukan penyelidikan lebih dahulu, sebagaimana dikatakan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman. Sedangkan untuk penyidikan kasus ini, Sutarman menyebut tanggal 31 Juli 2012 sebagai tanggal permulaan. Padahal, KPK seperti disampaikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, telah lebih dulu melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus simulator SIM. KPK telah menyelidiki kasus ini sejak 20 Januari 2012 dan menaikkan ke tahap penyidikan tanggal 27 Juli 2012.
Polri bersikukuh ingin menangani kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri yang juga sudah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Polri berdalih bisa menangani kasus itu karena adanya Memorandum of  Understanding (MoU) antara KPK, Polri dan Kejagung. Padahal, beberapa pasal dalam MoU itu malah menguatkan KPK sebagai pihak yang seharusnya menangani kasus tersebut.

Analisis:
Pembentukan sebuah opini publik selalu didasari dengan adanya sebuah fenomena yang terjadi dalam masyarakat atau publik itu sendiri. Salah satu fenomena yang menjadi trending topik dikalangan publik beberapa waktu lalu adalah Save KPK. Fenomena Save KPK berawal dari Kasus korupsi Simulator SIM ditubuh POLRI yang diusut oleh KPK. Dalam perjalanan pengusutan kasus korupsi tersebut, POLRI meminta kepada KPK untuk menyerahkan kasus tersebut untuk diselesaikan oleh POLRI, sehingga timbul lah beberapa konflik yang terjadi antara KPK dan POLRI dikarenakan perebutan penangan kasus korupsi Simulator SIM.
Tidak hanya sampai disitu, seolah diterjang badai KPK juga berhadapan dengan Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) Republik Indonesia Komisi 8 bagian Hukum, dalam kasus ini adanya isu bahwa adanya Rancangan Undang Undanng KPK yang menurut Versi KPK akan melemahkan KPK itu sendiri. Sehingga timbullah gejolak di masyarakat dan para tokoh tokoh politik dan hukum serta mahasiswa di Indonesia yang merasa keberadaan KPK semakin terjepit dan tertindas oleh para elit politik dinegara ini.
Seolah tidak berhenti disitu kasus KPK semakin tergerus dan semakin ditekan dengan adanya penarikan Penyidik POLRI secara besar besaran yang dipekerjakan kontrak di KPK oleh POLRI, beberapa penyidik yang ada di KPK secara tiba tiba ditarik masal oleh Institusi POLRI dengan alasan masa kontrak para penyidik di KPK telah habis masa tugas nya, selain itu ketidakjelasan status para penyidik di KPK juga menjadi salah satu alasan para penyidik untuk kembali ke Institusi nya berasal yaitu POLRI, sehingga semakin memperuncing konflik antar KPK dan POLRI.
Beberapa kasus yang menerjang KPK tersebut akhirnya mendapat begitu banyak reaksi di masyarakat. Keadaan KPK yang dirasakan masyarakat semakin terjepit dan ditekan oleh para orang orang yang memiliki kepentingan tidak semerta merta membuat masyarakat diam begitu saja. Bermulai dari trending topic pada Social Media tentang Save KPK menapat respon yang cukup banyak bagi para pengguna social media. Tidak hanya itu banyak Aksi yang dilakukan beberapa kalangan seperti Demonstrasi oleh Mahasiswa secara besar besaran hampir di seluruh penjuru tanah air, aksi sosial penggalangan dukungan oleh berbagai LSM dan komunitas yang mengatas namakan dirinya sebagai peduli KPK dan masih banyak lagi. Sehingga akhirnya kasus ini mendapat perhatian khusus oleh Presiden Republik Indonesia sebagai pemimpin tertinggi dalam kedua institusi Negara tersebut.
            Dalam proses pembentukan opini masyarakat menangggapi fenomena Save KPK tersebut, diawali dengan adanya Isu yang berkembangan dalam publik. Dalam hal ini isu yang berkembang adalah adanya Oknum-oknum tertentu yang memiliki kepentingan seperti POLRI dan para anggota Dewan DPR yang ingin menekan dan bermaksud melemahkan KPK. Isu tersebut lah yang awalnya berkembang sehingga menyulut kemarahan dan opini dalam publik untuk bertindak menyelamatkan KPK.
            Dalam isu yang menyebar dikalangan publik terdapat keterkaitan masyarakat dengan isu, dimana masyarakat merupakan benteng pembela KPK. Bagi masyarakat KPK merupakan lembaga Negara yang saat ini masih dapat diandalkan dalam rangka pemberantasan Korupsi yang memakan uang Negara dan menyengsarakan masyarakat serta KPK pun dijadikan sebagai sarana terakhir bagi masyarakat untuk mengontrol penggunaan kekuasaan oleh pemerintah sehingga masyarakat menganggap KPK sebaga lembaga independen negara yang harus dipertahankan dan dibela keberadaaan nya. Media massa pun begitu gencar memberitakan kepada masyarakat dikarenakan respon masyarakat terhadap fenomena tersebut sangatlah tinggi dan artinya ada keterkaitan masyarakat denga isu yang ada.
            Fenomena tersebut pun melibatkan orang dalam jumlah yang cukup banyak diantaranya lembaga Negara seperti KPK, DPR RI dan POLRI dan jumlah besar yang dilibatkan merupakan segenap masyarakat diseluruh Indonesia yang peduli dengan fenomena tersebut sepert Tokoh tokoh politik, pengamat hukum, LSM dan yang dalam jumlah yang sangat besar yaitu Mahasiswa.

Pembentukan Opini
            Munculnya isu yang dirasakan sangat relevan bagi kehidupan orang banyak. Diawali dengan peduli nya masyarakat terhadap KPK kemudian menjadi trending pembicaraan dikalangan masyarakat
            Kesimpangsiuran isu yang beredar dalam masyarakat serta banyak nya sumber-sumber yang berpendapat dan beropini sehingga tahap pembentukan ini pun terjadi. Di dalam masyarakat sendiri tidak sedikit yang menadapatkan informasi dan isu yang berkembang berbeda sehingga masyakarakat melakukan penilaian yang berbeda pula.
Kemudian keberadaan Opinion Leaders (tokoh pembentuk opini / provokatornya) dalam proses pembentukan opini publik dalam fenomena ini tersebut juga terdapat beberapa pendapat para tokoh-tokoh pembentuk opini sekaligus memberikan pandangan kepada masyarakat luas diantaranya seperti Pakar hukum, pengacara, tokoh politik, aparat serta lembaga lembaga yang berkepntingan didalamnya, selain itu juga terdapat pendapat dan pandangan para akademisi yang ada di Indonesia seperti mahasiswa dan guru guru besar di Indonesia.
Pada Tahapan terakhir dalam pembentukan opini publik adalah bahwa isu mendapatkan perhatian media hingga informasi dan reaksi terhadap isu tersebut diketahui khalayak. Hal ini terlihat jelas dengan pemberitaan yang terus menerus dalam media massa sehingga masyarakat dapat menerima informasi secara terus menerus, kemudian pemberitaan secara terus menerus tersebut hingga akhirnya membentuk masyarakat beropini terhadapa fenomena tersebut. Media massa berperan aktif dalam penyebaran informasi pada masyarakat.

Sumber: Jurnal Hukum IUS QUIAIUSTUM NO. 4 VOL. 19OKTOBER 2012: 586 -606 oleh R. Nazriyah Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dengan judul Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penyidikan Kasus Simulator SIM (Kapolri VS KPK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar